DPR Sahkan RUU Ratifikasi Konvensi Stockholm Menjadi Undang-Undang
12-05-2009 /
LAIN-LAIN
Seluruh Fraksi Dewan Perwakilan Rakyar Republik Indonesia menyetujui Rancangan Undang-Undang Ratifikasi Konvensi Stockhol tentang Bahan Pecemar Organik Yang Persisten untuk disahkan menjadi undang-undang. Hal tersebut diungkapkan masing-masing juru bicara fraksi yang ada di DPR dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, di DPR, Selasa (12/5).
Juru bicara Fraksi PDIP, Ismayatun, dalam pandangan fraksinya menyatakan mendesak pemerintah untuk segera melakukan identifikasi dan pencegahan bahaya berlanjut serta pemulihan kondisi atas penggunaan bahan-gahan berbahaya yang sudah terjadi, dan melaksanakan pengawasan dan atau melakukan penindakan terhadap peredaran penggunaan bahan-gahan yang tergolong POPs tersebut.
F-PDIP juga beranggapan bahwa pemerintah perlu mengatur agar subsidi teknologi dan bahan-bahan kimia organik pengganti itu tidak mengakibatkan para pelaku usaha, pengguna dalam negeri menjadi tergantung atau ‘dijajah’ teknologi dan industri asing.
Sementara itu F-PKS dengan juru bicaranya Wahyudin Munawir memandang pemerintah perlu menindaklanjuti ketersediaan bahan pengganti POPs, diantaranya PCB untuk keperluan industri elektronik dan DDT yang banyak digunakan sebagai pestisida.
F-PKS juga meminta pemerintah untuk bergerak cepat agar dampak lanjutan dari dilarangnya POPs tidak menimbulkan pengangguran dan kemiskinan baru di Indonesia. Untuk itu pemerintah diminta untuk dapat memanfaatkan secara optimal dana bantuan Unido senilai 10 juta dolar AS untuk kegiatan penanggulangan dampak polusi setelah dilakukan ratifikasi terhadap Konvensi Stockholm.
F-KB dengan juru bicaranya Mohammad Zubair menyatakan perlunya dibentuk komisi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) setelah meratifikasi Konvensi Stockholm, yang bertugas mengkaji dan memberi masukan kepada pemerintah mengenai perkembangan dan penggunaan B3 di Indonesia. F-KB juga meminta pemerintah untuk menyediakan bahan pengganti POPs, yang dimaksudkan agar masyarakat tidak lagi menggunakan POPs dan dapat memanfaatkan bahan pengganti tersebut.
Sedangkan juru bicara F-PPP Iedil Suryadi dalam pandangan fraksinya menilai masih terdapat beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah sebagai konsekuensi ratifikasi Konvensi Stockholm, seperti memastikan adanya kemauan politik dan komitmen pemerintah untuk mengurangi dan mengeliminasi senyawa kimia berbahaya dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penggunaan senyawa-senyawa berbahaya dan mempromosikan penerapan alternatif yang lebih menunjang pembangunan berkelanjutan baik dari sudut ekonomi maupun ekologi.
Fraksi Partai Golkar dengan juru bicaranya Simon Patrice Morin meminta agar bagaimana ratifikasi ini tidak memberi dampak negatif terhadap sector industri. F-PG juga berharap agar pemerintah melakukan komunikasi yang intensif dengan dunia usaha agar pada satu sisi aturan ini dapat efektif dan pada sisi lainnya tidak menjadi diinsentif bagi pengembangan sektor usaha terutama sektor industri yang dalam proses produksinya berpeluang menghasilkan POPs.(olly)